Buku Bahasa dan Sastra - Ada Pelangi Di Langit Turki
Buku Bahasa dan Sastra - Ada Pelangi Di Langit Turki |
Penulis : Susanti
Kategori : Buku Umum
Bidang Ilmu : Buku Bahasa dan Sastra
Buku Bahasa dan Sastra | Sore yang indah, dan kini matahari telah jatuh di halaman
rumah kami dan hangat sekali seperti keluargaku. Flamboyan di halaman rumah
yang biasanya rimbun dan bersemarak dengan bunganya yang merah cerah, kini
mulai meranggas hingga bersemi kembali Desember mendatang. Akan tetapi bunga
asoka masih kuat bermekaran sampai rindang dan berdaun tebal. Dan seperti
biasa, sore itu, kami sekeluarga berkumpul di halaman rumah, sembari menikmati
teh manis dan kue buatan Bunda di bawah pohon flamboyan yang besar menaungi
halaman kami. Setelah sibuk seharian dengan aktivitas masing-masing, di sore
hari barulah aku, bunda, dan kakakku, Jamillah biasa berkumpul.
Namaku Rehanna Sukma Wijaya, namaku di ambil dari bahasa
arab, Rehan yang berarti (harum). Tetapi Bunda memanggilku Uma. Sedang Ayah
biasa memanggilku Ana. Nama belakangku Sukma Wijaya, sukma yang berarti jiwa
atau nyawa dan Wijaya berarti kemenangan. Aku lebih suka di panggil Sukma
seperti Bunda dan Kakakku memanggil.
Kakakku bernama Jamillah, namanya sama sepertiku di ambil
dari bahasa Arab yang berarti keindahan. Ia siswi SMP yang selalu menghabiskan
waktu luangnya hanya untuk membaca dan belajar, teman-temannya kadang
memanggilnya si kutu buku. Kali ini ia tampak membaca buku yang sudah mulai
menguning, dan pinggir-pinggirnya keriting, tanda terlalu sering dibuka.
Kami terbiasa hidup bertiga, meski sebenarnya ada Bi Imas
dan Mang Dadan yang bertugas menjaga rumah ini. Akan tetapi, anggota inti
keluarga kami hanya tiga orang yang setiap hari berada di rumah ini. Karena
pekerjaan, Ayahku hanya pulang seminggu dua kali, hari Sabtu dan Minggu, itu
pun kalau Beliau tidak ada halangan yang memaksanya untuk tidak pulang.
Kini matahari mulai tenggelam di sudut tembok rumah kami yang
tinggi. Bunda biasanya melarangku melihat matahari terbenam, aku lalu berdiri
dan memandang senja jingga itu di bawah pohon, semilir angin menyapaku dengan
lembut aku memanggilnya senja. Ya, dengan warnanya yang jingga senja begitu
indah, namun kata Bunda warnanya dapat merusak mata jika kita melihatnya
lama-lama, terkadang aku tidak menghiraukan perkataan Bunda. Dan aku sangat
berharap semoga Bunda pun mengerti bahwa larangannya tidak kuindahkan karena
aku telah mencintai keindahan Tuhan yang indah ini.
Komentar
Posting Komentar